KENAPA BANYAK ORANG TIDAK KAYA
Posted by RickyJanuar | Posted in | Posted on 03.03
0
Ada banyak hal yang menyebabkan orang tidak kaya. Teliti diri Anda dan temukan, faktor mana yang berlaku bagi Anda, dan mulailah mengubah diri. Berikut adalah hal-hal tersebut.
Keyakinan yang Salah atau Saling Bertabrakan
Faktor pertama yang bisa menjelaskan kenapa orang tidak kaya adalah keyakinan yang salah mengenai kekayaan, atau keyakinan yang saling bertabrakan antara positif dan negatif.
Otak manusia secara mendasar hanya mencari kenikmatan dan menghindari kesengsaraan. Apabila sesuatu hal dikaitkan dengan kesengsaraan, kita cenderung akan menjauhinya. Apabila sesuatu hal dikaitkan dengan kenikmatan, kita akan cenderung mendekatinya. Apabila mengenai hal yang sama terdapat campur baur keyakinan, dan kita mengaitkannya sekaligus dengan kenikmatan dan kesengsaraan, otak kita jadi bingung atau netral.
Keyakinan itu bisa diibaratkan seperti magnet. Bila keyakinan positif bercampur baur dengan keyakinan negatif terhadap suatu hal, tak ada lagi "kutub positif" dan "kutub negatif" terhadap sesuatu hal, lalu pikiran kita jadi bingung atau jadi netral seperti besi biasa. Ketika kita yakin bulat bahwa "kaya" itu positif, sementara "miskin" adalah negatif, kutubnya menjadi jelas dan kita akan menjadi "magnet".
Pada kenyataannya, banyak orang tidak pernah menyusun keyakinannya secara sadar dari lahir sampai mati. Bila kita tidak menyusun sendiri secara sadar keyakinan yang kita perlukan untuk menjadi kaya, tanpa sadar kita akan terjajah oleh kata-kata seperti
"Uang adalah akar dari segala kejahatan". Akibatnya, tanpa sadar pula kita tidak hendak menjadi kaya karena kita tidak ingin menjadi jahat.
Sekadar salah satu contoh. Saya mempunyai teman konglomerat yang mempunyai rumah begitu indah, begitu besar, di satu pulau buatan di tengah danau, di sebuah lapangan golf. Di sana ada landasan helikopter; ada kolam renang; ada kolam ikan, lapangan parkir lebih dari 30 mobil; dan ada ruang pertemuan yang cukup untuk 100 orang. Saya juga punya satu teman lain yang sangat ingin melihat rumah tadi. Untuk melihat rumah tersebut tidak mudah, karena untuk masuk ke komplek perumahan tersebut kita harus melewati 3 satpam... maksud saya 3 gerombolan satpam. Ketika teman itu saya ajak berkunjung ke rumah tersebut, saya bertanya, "Bagaimana? Bagus nggak?"
Jawabannya sungguh mengejutkan, "Saya tidak suka punya rumah segini besar! Bersihinnya susah!"
Saya berkata dalam hati, "Aduh Pak... Kalau punya rumah segini besar tidak perlu bersihin sendiri!"
Saya tahu keyakinan ini timbul karena selama ini teman saya membersihkan rumah sendiri, sehingga begitu melihat rumah besar langsung stres karena terbayang betapa sulitnya membersihkannya.
Apabila seseorang punya keyakinan seperti itu ("susah membersihin besar"), orang tersebut akan sulit sekali mempunyai rumah yang walaupun dia mempunyai banyak uang untuk mewujudkannya.
Untuk menjadi kaya kita membutuhkan keyakinan yang kongruen bulat bahwa kaya itu baik adanya.
Tujuan Tidak Jelas
Alasan kedua kenapa kita tidak kaya adalah karena kita tidak pernah menentukan tujuan atau tujuan kita terus berubah, sehingga tujuan kita tidak jelas.
Adalah sangat penting bahwa kita menentukan tujuan. Tanpa tujuan, gerak kita sama sekali tanpa arah. Coba bayangkan Anda keluar dari rumah Anda, lalu memberhentikan taksi yang lewat. Begitu Anda naik taksi, Anda tentu akan ditanya oleh supir, "Ke mana?" Coba jawab dengan: "Terserah!"
Ada beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama, supir taksinya marah, dan Anda diminta turun. Kemungkinan kedua, supirnya kasihan melihat Anda, dan Anda diantar ke Rumah Sakit Jiwa. Kemungkinan ketiga, supirnya akan bertanya "Terserah saya?", "Bapak/Ibu punya uang berapa?" Andaikan saja Anda mengatakan bahwa Anda punya uang Rp 100.000,- maka supir taksi tadi akan berputar-putar sampai argonya pas Rp 100.000,- lalu dia akan menghentikan taksinya. Ada dua kemungkinan tempat berhentinya: pertama, kita dikembalikan di depan rumah kita, atau dia akan berhenti di sembarang tempat, yang bisa 98% dipastikan bahwa tempat tersebut tidak Anda suka.
Nah kalau kita tidak menentukan tujuan dalam hidup ini, kita seperti naik taksi tanpa tujuan. Waktu habis; uang habis; pikiran terbuang;tenaga terbuang; dan yang lebih parah lagi, kita tidak sampai ke mana-mana, tetap di tempat atau sampai ke tempat yang tidak kita suka.
Kita juga akan kesulitan mengejar tujuan kita, bila tujuan kita berubah terus. Banyak orang secara tidak sadar atau secara sadar mengganti terus targetnya sebelum targetnya tercapai. Sebentar ingin menjadl pengacara andal; sebentar ingin menjadi bankir sukses; sebentar ingin jadi pengusaha restoran yang laris. Kalau semua keinginan itu hanya sebentar dan sudah diganti sebelum tercapai, kita tidak akan mencapai apa yang kita inginkan.
Menganggap Tujuannya Mustahil
Sungguh memprihatinkan bahwa sangat sedikit orang yang berani menetapkan tujuan. Lebih memprihatinkan lagi kenyataan bahwa banyak di antara orang yang sedikit itu juga merasa bahwa tujuannya mustahil. Boleh orang lain menganggap tujuan kita mustahil, namun bila kita sendiri sudah mempunyai pendapat bahwa tujuan itu mustahil, hilang sudah kemungkinan untuk bisa tercapai tujuan tersebut. Ketika orang menganggap tujuannya mustahil dia tidak akan melakukan apa pun untuk mengejar tujuannya. Dengan demikian hasilnya nol. Kalaupun dia melakukan tindakan tertentu untuk mendekati tujuan itu, karena dia merasa bahwa apa yang dla lakukan talk akan mencapai tujuan, tindakannya pun akan asal-asalan. Dia akan malas-malasan, ragu-ragu, tidak serius, penuh ketidaksungguhan, tidak bertenaga, tidak
fokus. Dengan demikian, sudah jelas, hasilnya pun tidak akan memuaskan. Manusia cenderung melakukan
sesuatu sesuai dengan ke¬yakinannya. Ketika keyakinannya mengatakan bahwa tujuannya adalah mustahil, tindakannya akan loyo. Bila hasilnya jelek, dia akan semakin percaya bahwa tujuannya mustahil.
Tidak Merasa Harus
Bila kita menentukan tujuan, tetapi tidak merasa harus, tidak akan ada dorongan kuat untuk mencapainya. Walaupun kita mampu mencapai tujuan tersebut, kita tidak termotivasi untuk mencapainya, karena kita tidak merasakannya sebagai suatu keharusan
Kalau kita tidak merasakannya sebagai suatu keharusan clan dalam diri sendiri, rintangan kecil saja sudah cukup untuk menggagalkan upaya kita untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagai contoh, walaupun kita sudah menentukan tujuan bahwa mobil kita di tahun depan adalah Mercedes Benz, kalau kita tidak merasakannya sebagai suatu keharusan, tidak mustahil bahwa setahun begitu saja berlalu dan kita tidak membeli mobil itu, walaupun kita punya cukup uang untuk membelinya.
Tak Punya Strategi yang Terbukti Berhasil
Walaupun kita sudah mempunyai keyakinan yang tepat, tujuan atau goal yang tepat, dan merasa harus, tetapi kalau strateginya salah, tetap saja kita tidak akan mencapai tujuan kita.
Misalnya, kita sudah mempunyai tujuan yang jelas untuk melihat matahari terbit dan mempunyai alasan yang kuat, sampai-sampai kita bertahan untuk tidak tidur begitu kita terjaga pada jam empat pagi, tetapi bila kita berjalan dan melihat ke arah barat terus, kita tidak akan melihat matahari terbit, kecuali bila kita terpeleset dan terbalik ke arah timur, ke arah matahari terbit.
Tidak Mengetahui Jalur yang Alamiah atau Paling Mudah untuk Mencapai Tujuan
Seperti mur dan baut, kalau murnya terlalu besar, baut yang masuk pun tidak berguna. Sedang kalau murnya terlalu kecil, usaha sekeras apa pun terasa sia¬sia. Memang kita bisa memaksakan baut yang terlalu kecil masuk ke dalam mur, tapi untuk itu dibutuhkan usaha yang lebih keras dan sering kali kita tidak menikmati proses maupun hasilnya.
Tidak Punya Rencana yang Realistik
Ketika kita menentukan tujuan apa pun, tanpa rencana yang realistik kita akan kesulitan menjalankan rencana ini, dan akan kesulitan mencapai tujuan tersebut.
Tidak Melakukan Tindakan Sesuai dengan Rencana
Kesalahan berikutnya kenapa orang tidak menjadi kaya adalah bahwa dalam prosesnya sering sekali orang tersebut tergoda untuk keluar dari action plan¬nya. Rencana harus ditekuni. Rencana yang pelaksanaannya justru menja¬uhkan kita dari tujuan tentu harus kita ubah. Tetapi, bila kita tahu bahwa rencana aksi kita mengarah ke pencapaian tujuan, kita harus konsisten melakukan rencana itu untuk mengejar tujuan yang sudah ditetapkan.
Tidak Melakukan Monitor dan Penyelarasan
Alasan berikut kenapa kita tidak mencapai tujuan kita adalah karena kita tidak memonitor prosesnya dan tidak peka terhadap hasil, apakah mengarah ke tujuann atau tidak.
Banyak orang sudah melakukan rencananya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan tetapi tidak pernah mau memonitor dan mengukur. Ada juga orang yang melakukan pengukuran setahun sekali, atau mengkajinya setahun sekali, dan tahu-tahu mereka sudah terlambat.
Meletakkan Tanggung Jawab Kepada Orang Lain
Tiga hal yang biasa terjadi pada seseorang, yaitu: BEJ
q Blame
q Excuse
q Justify
Ketika seseorang mulai blame (menyalahkan) orang lain, menyalahkan faktor ekonomi, menyalahkan situasi, orang ini tidak akan belajar dari kegagalannya, dan orang yang tidak belajar dari kegagalannya adalah orang yang gagal sesungguhnya. Kelemahan yang paling besar dari orang yang menyalahkan segala sesuatu adalah bahwa dia merasa benar dan tidak perlu bertindak lagi.
Ketika seseorang mulai mengajukan excuses (beralasan), seperti mengatakan terlalu muda, terlalu tua, cuma lulusan SMP, tidak berbakat, saya seorang perempuan, saya laki-laki, saya cuma..., saya terlalu ..., saya tidak..., dan lain sebagainya, orang seperti ini tidak akan bertindak sama sekali. Dan bila tidak ada tindakan apa pun, tidak ada hasil apa pun.
Justify atau pembenaran adalah upaya orang untuk menutupi kelemahan atau kemalasannya untuk berubah menjadi lebih baik dengan membenarkan keadaannya, sebagai sesuatu yang sudah sewajarnya. Misal, "Terang saja saya tak berhasil, karena saya tidak punya gelar! Dan sama sekali tak mengherankan kalau Amir selalu mendapat promosi karena dia lulusan luar negeri!"
Ketika melihat orang lain lebih hebat daripada dirinya, orang seperti ini akan melakukan pembenaran tanpa terinspirasi untuk belajar atau menjadi lebih hebat. Kata-kata orang seperti ini khas sekali. Mereka suka menggunakan ungkapan seperti "Terang saja...... "Tidak heran... ", "Sudah tentu... ", "Tentu saja...", "Sudah selayaknya...", "Sudah layak dan sepantasnya...". Bila melihat anak orang kaya, seorang yang suka melakukan justify akan mengatakan, "Tentu saja, anak orang kaya, sekolah di luar negeri, dapat modal banyak, sudah layak dan sepantasnya kalau dia..."
Semua ungkapannya itu sebenarnya disampaikan, atau digumamkan pada dirinya sendiri, dengan maksud untuk membenarkan keadaannya. Dalam contoh di atas, kalau orang seperti itu bergumam "Tentu saja, anak orang kaya, sekolah di luar negeri, dapat modal banyak, sudah layak dan sepantasnya kalau dia...... dia secara tidak langsung juga mau menegakkan sesuatu, yaitu "Nah, saya kan bukan anak orang kaya, bukan lulusan luar negeri, tak punya modal, maka wajar saja kalau saya tidak bisa berhasil..."
Yang menyedihkan ialah bahwa apa pun yang dikatakan oleh orang yang suka BEJ ini ada kebenarannya. Memang benar kalau misalnya orang umur 19 tahun berkata, "Saya baru berumur 19 kok, kan belum punya pengalaman." Benar bahwa dia berumur 19 tahun. Benar bahwa dia belum punya pengalaman. Tapi belum tentu benar bahwa sukses itu mengandaikan pengalaman. Dalam contoh di atas, benar bahwa anak orang kaya yang sukses itu memang sekolah di luar negeri dan mendapat modal banyak. Orang yang suka BEJ memakai kebenaran itu sebagai alasan untuk kemalasan dan keengganannya untuk berubah, sehingga kebenaran-kebenaran ini tidak ada manfaatnya. Satu-satunya manfaat adalah hanya membuat orang tersebut jadi hancur karena tidak belajar dan bertindak untuk menjadi lebih baik.
Mudah Menyerah
Banyak orang mengalami kejadian seperti seseorang yang menggali emas. Mereka menghentikan penggalian emas tersebut 30 cm sebelum cangkulnya kena emas.
Tidak Mengelola Hidup Seperti Bisnis yang Harus Untung
Setiap tahun tidak ada hasil yang bertambah dalam hidupnya. Jadi hidup seperti sia-sia, tidak ada yang dihasilkan. Bila bisnis dalam sekian tahun tidak ada yang surplus, bisnis tersebut akan ditutup. Tidak bisa kita menggunakan alasan bahwa karena biaya operasional memang besar, hasil usaha hanya bisa untuk menutup biaya operasional. Hasil usaha harus lebih besar daripada semua biaya. Nah, demikian juga dalam hidup. Entah sesedikit apa pun hidup kita harus surplus setiap tahun.
Terpengaruh oleh Pesimisme dan Optimisme Orang Lain
Ketika kita terpengaruh oleh orang lain meskipun orang tersebut termasuk dari 5% orang yang menguasai 90% uang yang beredar, kita dalam kondisi kurang menguntungkan, karena kalau kita tidak mempunyai sistem sendiri, mungkin kita akan menang di suatu waktu, namun kita tidak tahu kenapa kita menang. Hal ini akan mengakibatkan optimisme tanpa dasar yang kuat dan akan mengakibatkan kekalahan fatal berikutnya.
Walaupun kurang menguntungkan, masih lebih baik kita terpengaruh oleh 5% orang yang menguasai 90% uang yang beredar. Celaka kita kalau kita terpengaruh optimisme clan pesimisme dari 95% orang rata-rata, karena kita akan menjadi bagian dari orang rata-rata tersebut. Tidak ada kemenangan sama sekali.
Tidak Punya Mentor yang Baik
Bila dalam hidup ini kita harus mencoba sendiri segala hal, kita akan menghabiskan waktu clan energi yang jauh lebih banyak dibanding bila kita bisa belajar dari orang yang sudah sukses di bidang yang kita inginkan. Dan rata-rata orang bertanya kepada 95% orang yang rata-rata, maka hasilnya juga akan rata-rata. Kalau kita ingin sukses, kita harus "bertanya" kepada orang yang di atas rata-rata dan "mendengarkan" nasihat mereka, entah kepada 5% yang terbaik atau kepada 1 % yang paling baik.
Dengan sengaja kata "bertanya" dan "mendengarkan" di sini diberi tanda kutip. Maksudnya, bisa secara langsung maupun tidak langsung dengan mendengarkan rekaman pembicaraannya, membaca tulisannya, mengikuti seminarnya.
Comments (0)
Posting Komentar